Operasi yang dilakukan tim gabungan di Poso dalam pengejaran kelompok bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso, mulai meresahkan masyarakat, demikian disampaikan Dedy Askari, ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sulawesi Tengah.
Dedy, dalam wawancara dengan BeritaBenar, Senin menyatakan operasi itu meresahkan banyak pihak, terutama warga yang bekerja sebagai petani di tiga titik. Dedy mengacu pada tiga titik operasi Camar Meleo IV dalam pengepungan MIT yaitu di Poso, Parigi Moutong, dan Sigi.
Ketakutan warga bukan hanya kepada kelompok Santoso, tapi juga aparat keamanan sebab bisa saja mereka dituduh pengikut atau pendukung jaringan MIT. Sebaliknya warga khawatir bisa dianggap mata-mata aparat keamanan oleh kelompok Santoso.
“Makanya masyarakat di tiga titik operasi menjadi dilema. Jangan sampai karena operasi ini, Poso dan dua titik lainnya menjadi darurat sipil. Ini yang harus diantisipasi,” ujar Dedy.
Perburuan diintensifkan
Pasukan gabungan dari Densus 88 Antiteror, Brimob, dan TNI-AD terus memburu kelompok bersenjata MIT yang diduga bersembunyi di seputaran Pegunungan Gayatri, Maranda, Poso Pesisir, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Senin.
Aparat keamanan bersenjata lengkap mengepung di kawasan pegunungan itu setelah sehari sebelumnya seorang anggota TNI Yonif 712/Raider Manado, Sulawesi Utara, Sersan Kepala Zainuddin tewas ditembak kelompok tersebut. Pasukan TNI/Polri disebar di semua titik yang dianggap menjadi jalur strategis kelompok Santoso Cs.
"Seluruh personel yang terlibat dalam operasi Camar Maleo IV kami libatkan dalam pengejaran itu. Instruksi langsung dikeluarkan para petinggi Polri dan TNI untuk mengepung pegunungan tersebut agar ruang gerak kelompok itu semakin sempit," tutur Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah, Ajun Komisaris Besar Hari Suprapto  kepada BeritaBenar di Palu, Senin siang.
"Diduga kelompok itu masih bersembunyi di seputaran pegunungan, karena tidak mungkin mereka langsung menghilang jauh dalam waktu sehari setelah sempat terjadi baku tembak. Makanya pengepungan sebagai cara awal untuk mengejar kelompok tersebut," jelasnya.
Menurut Hari, tidak ada penambahan pasukan dalam pengejaran itu, tapi seluruh kekuatan di tiga titik pelaksanaan operasi Camar Maleo IV diturunkan untuk melakukan pengejaran dengan menyisir semua titik di pegunungan tersebut.
Operasi Camar Maleo di Poso sudah berlangsung sejak 2014 silam. Mulai dari operasi Camar Maleo I, II, III, hingga IV tahun ini.
"Kekuatan personel kita masih sangat banyak. Jumlahnya sekitar seribuan Polri dan ratusan dari TNI-AD. Jadi tidak ada penambahan kekuatan pasukan, hanya saja pasukan yang telah ada digabungkan kembali untuk melakukan pengejaran," jelasnya.
Tewas ditembak
Sehari sebelum operasi besar-besaran dilancarkan, Sersan Kepala Zainuddin tewas terkena tembakan yang dilepaskan kelompok bersenjata di Pegunungan Gayatri.
Korban yang sedang mengendap terlihat kelompok Santoso Cs yang berada di ketinggian. Zainuddin kemudian ditembak dari atas sehingga terkena di bagian punggung kanan. Korban tewas di tempat.
Sementara prajurit Yonif 712/Raider lain yang tergabung dalam TIM Bravo 15 melakukan tembakan balasan, tetapi tidak ada dari penyerang yang terkena. Kelompok yang berada di ketinggian segera menghilang setelah menembak Zainuddin.
Jenazah Zainuddin telah dikebumikan di kampung halamannya di Desa Mattompo Dalle, Kecamatan Polut, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Penguburan di tempat kelahirannya itu atas permintaan keluarga.
Sulit tangkap Santoso Cs
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Tengah, Brigadir Jendral Polisi Idham Aziz yang diwawancara BeritaBenar pada akhir pekan lalu mengakui sulitnya menangkap kelompok pimpinan  Santoso alias Abu Wardah dan Basri alias Bagong karena medan yang berat.
"Medan di Poso sangat sulit. Medannya bukan kayak di kota. Apa lagi kelompok itu sangat mengetahui medan, makanya menyulitkan kami melakukan penangkapan secara keseluruan terhadap kelompok tersebut," katanya.
Dia tidak memungkiri ribuan personel diturunkan untuk memburu kelompok Santoso yang diperkirakan berjumlah lebih dari 30 orang.
"Sudah cukup banyak pengikut kelompok itu yang kami tangkap. Bahkan, banyak juga dari mereka tewas tertembak saat kami melakukan operasi. Memang belum bisa menyelesaikan seluruh pengikut dan pemimpin kelompok tersebut, tetapi paling tidak sudah ada hasil yang dilakukan Polri maupun TNI," tegas Idham.
Dalam operasi yang digelar sejak tahun 2014, Polri sudah menewaskan salah satu pemimpin kelompok MIT yaitu Sabar Subagio alias Daeng Koro. Korban yang dipecat dari pasukat elit TNI-AD diyakini sebagai pengatur strategi perang dan menjabat komandan perang MIT.
Daeng Koro adalah orang yang banyak melakukan aksi teror di sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah, khususnya Poso dan sekitarnya. Dia diduga orang paling ditakuti dalam kelompok bersenjata yang diyakini berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Dengan tewasnya Daeng Koro dalam penyergapan di Parigi Moutong beberapa bulan silam, sudah merupakan kesuksesan dalam menjalani operasi ini. Harapan terbesar kami semoga dalam operasi yang masih berlangsung dan belum diketahui kapan berakhirnya, kami bisa menangkap hidup atau mati pimpinan kelompok tersebut," ujar Idham.
Sementara itu Komnas HAM mengharapkan seluruh intansi terkait, baik penegak hukum, pemerintah, dan pemangku kepentingan lain bisa bertindak cepat menangkap semua pengikut Santoso.
Terkait tewasnya anggota TNI, Dedy menyatakan kelompok Santoso sangat serius dan perlu ditangani secepatnya.
“Ini harus menjadi perhatian serius oleh penegak hukum untuk mengambil langkah konkrit dalam pemberantasannya. Jangan nanti saat banyak korban baru bertindak tegas," katanya.

Comments

Popular posts from this blog

Inilah perjuangan mujahidin Indonesia, mempertahankan Dien dan kehormatan mereka dengan segala kekuatan ytang dimilikinya

hanya lulusan SMP anak ini bisa jadi TNI